Hanya Untuk Farell
S
udah berjam-jam aku menunggu disini,tapi Farell tak juga datang menjemputku. “ah Farell selalu saja seperti ini,buat janji sendiri tapi malah dia yang melanggar” desahku dalam hati. Farell adalah pacarku sejak 1tahun lalu, saat ku duduk di kelas XI. Hari ini sebenarnya Farell mengajakku pergi, namun sudah satu jam menunggu Farell tak datang menjemputku. Keesokkan harinya saat di sekolah aku bertemu Farell,namun aku acuh tak acuh,rasanya masih kesal terhadap Farell “Vanessa, tunggulah!” teriak Farell namun aku tak menengoknya,hingga akhirnya Farell menarik tanganku “Van, maafin aku. Kemarin aku lupa kalau ada janji sama kamu”
“hah? Lupa? Kamu keterlaluan tau nggak?! Aku nunggu kamu satu jam tapi km nggak datang juga!” bentakku ke Farell
“aku minta maaf Van”
“udahlah gak usah dibahas lagi, aku capek sama kamu” lalu ku pergi meninggalkan Farell. Farell daridulu sama saja nggak pernah bisa nepatin janjinya,selalu dengan alasan ada ekskul basketlah, osis lah, ah! Pokoknya banyak deh. Aku duduk di bangkuku untuk menenagkan diri, “ada apa lagi sama Farell?” suara itu tiba-tiba muncul,dan ternyata itu suara Shilla sahabatku “aku kesal sama Farell, kemarin dia ngajak aku pergi tapi waktu aku udah nunggu dia, malah dia nggak datang menjemputku”
“mungkin Farell lagi sibuk sama club basketnya,sebentar lagi kan ada pertandingan”kata Shilla
“tapi kalau dia lagi sibuk, ngapain dia harus buat janji sama aku? Tau kayak gitu mending nggak usah buat janji sekalian”
“hush! Jangan kayak gitu, Farell itu sayang sama kamu makanya dia buat janji sama kamu, tapi nggak tau nya dia malah ada sibuk mendadak”
Kata-kata Shilla,bisa membuatku merasa lebih tenang. Pelajaran pun dimulai bu Shanti wali kelasku membawa salah satu murid yang nggak aku kenal “sepertinya bakalan ada murid baru di kelas kita” bisikku ke Shilla, Shilla hanya menjawab dengan anggukan. “anak-anak ibu membawa murid baru,namanya Jassen dia pindahan dari Jakarta” kata bu Shanti meperkenalkan murid baru tersebut. “Jessen, kamu duduk di dekat Vanessa” lanjut bu Shanti “loh? Bu? Kan saya sudah duduk sama Shilla” protesku “Shilla kamu duduk di dekat Risa” kata bu Shanti “ baik bu” jawab Shilla.
Aku tidak banyak bicara dengan Jessen, dia hanya sibuk membaca. Sepertinya Jessen seseorang yang kutu buku, dia bertubuh tinggi dan memakai kacamata.
Waktu pulang pun tiba, Farell sudah menunggu di depan kelasku namun aku berpura-pura tidak melihatnya. Farell pun menarik tanganku dengan paksa “pulang yuk!”
“nggak, aku nggak mau pulang sama kamu” jawabku ketus,saat aku ingin meninggalkan Farell, genggaman Farell sangat kuat aku nggak bisa melepaskan genggamannya. Tiba-tiba Jessen menggenggam tanganku yang satunya “jangan kasar sama cewek”kata Jessen
“apa urusanmu? Vanessa pacarku, lagian siapa kamu ikut campur sama masalahku?” kata Farell
“aku Jessen,aku nggak suka kalau Vanessa diperlakuin kayak gini” Jessen dan Farell pun saling bertatapan tajam
“ah! Udahlah Jessen, Farell pacarku jadi biarin aku pergi sama dia” kataku langsung menarik Farell pergi.
“siapa dia?” tanya Farell
“Jessen,teman sebangku ku” jawabku cuek
“masih marah gara-gara kemarin ya?”
enggak kok
“maafin aku”
“iya nggak apa-apa kok” jawabku sambil tersenyum,
“gitu dong kan jadi tambah manis kalo senyum kayak gitu” kata Farell, aku hanya tertawa menanggapi gombalan Farell.
Farell mengantarkan ku sampai rumah,sebelum dia pergi Farell berkata “jangan marah lagi ya,sesungguhnya aku sayang banget sama kamu”, aku pun tersipu malu mendengar Farell mengatakan itu “iyaa,” jawabku
Sore hari aku menemani Farell berlatih basket di sekolah, aku melihat Farell sangat keren saat memasukkan bola basket ke dalam ring,aku tersenyum saat itu. Sikap Farell yang selalu dingin dan cuek namun di balik itu mempunyai perasaan yang lembut. “hei! Bengong aja” suara itu menyadarkan lamunanku “ha? Kau Jessen?”
“Iyalah ini aku, ngapain disini?”
“nungguin Farell latihan basket, lah kamu ngapain disini?”
“setia banget sih?,hhehe ini aku barusan mau mendaftar jadi anggota club basket”
“hhahaha iya lah, oh gitu yaa”
“kamu sayang ya sama dia?”
“iya, aku sayang sama dia,kenapa emangnya?”
“wah, udah nggak ada lagi dong tempatku di hatimu?”
“ha? Maksudmu?
“udah lupakan saja”
Kami pun terdiam lama sekali,
“udah dulu ya, aku mau pulang,” pamitku ke Jessen
“emhh oke”
Pagi-pagi saat disekolah aku sudah disambut oleh keramahan Jessen “selamat pagi Vanessa”
“ya, selamat pagi juga” balasku tersenyum. Selama di sekolah aku bercanda tawa dengan Jessen, dia orang yamg seru dan nyambung saat diajak ngobrol dalam hal apapun.
Saat pulang aku tak melihat Farell. Tiba-tiba handphone ku berdering, ada sms masuk dari Farell “Vanessa, maaf ya hari ini aku nggak bisa mengantarmu pulang
“yah! Harus naik taksi deh” keluhku dala hati. “pulang yuk!” kata Jessen yang muncul mendadak di hadapanku “ha? Kamu yakin mengajakku pulang? Tanyaku
“Iyalah, ayo naiklah ke motorku” ajak Jessen “okelah,” aku pun menerima ajakkan Jessen.
“kemana Farell? Biasanya dia yang nganterin kamu pulang?” tanya Jessen
“dia lagi sibuk mungkin,”
“kamu nggak marah, dia selalu sibuk?”
enggak, aku udah bisa pahamin kesibukkannya”
Aku sekaraang lebih sering menghabiskan waktu ku bersama Jessen. Dia selalu ada saat ku butuh, kami sering pergi maupun belajar bersama. Perlahan aku selalu membandingkan antara Farell dengan Jessen,selama aku pacaran dengan Farell dia tak pernah selalu ada buat aku. Dia selalu sibuk dengan kesibukkanya di sekolah. Hingga suatu hari saat aku lagi jalan ke perpustakaan bersama Jessen, tiba-tiba Farell muncul di depanku dan menarik tanganku dengan erat dan mengjakku pergi meninggalkan Jessen “apaan sih Rell? Lepasin!”
“aku nggak bakalan lepasin kamu!”. Farell menghentikan langkah nya.
“Kamu sadar nggak sih, kamu tuh pacarku kenapa kamu selalu bersama Jessen?” bentak Farell
“aku sadar aku pacarmu, tapi hanya Jessen yang ada di saat aku lagi butuh. Emang selama ini kamu kemana di saat aku lagi butuh kamu? Kamu malah selalu sibuk dengan kesibukkanmu. Aku selalu pahamin semua itu, karena aku sayang sama kamu. Tapi kamu? Kamu nggak pernah kan sadar atas pengertian ku ke kamu selama ini?” bentakku juga ke Farell, hingga akhirnya sedikit demi sedikit air mataku jatuh.
“Memang selama ini aku nggak selalu ada buat kamu, tapi asal kamu tau aja aku selalu ngamatin mu di sekolah. Kamu selalu jalan kemana aja sama Jessen. Aku selalu coba buat percaya sama kamu tapi kenyataannya aku nggak bisa! Aku selalu di bayang-bayangi rasa takut, rasa takut kehilangan kamu Van!” kata Farell yang terlihat merasa bersalah pada ku.
Setelah mendengar kata-kata itu aku berlari meninggalkan Farell, sambil meneteskan air mata. Aku menuju kelas dan pelajaran sudah dimulai “maaf bu saya terlambat masuk,” kata ku “ya, silahkan masuk”
Aku nggak bisa sama sekali konsentrasi mengikuti pelajaran. Hingga jam pulang pun tiba. “Vanessa! Bisa bicara sebentar” kata Jessen
“Mau bicara apa?” tanyaku
“kalau disuruh memilih, kamu akan milih aku atau Farell” tanya Jessen tiba-tiba, aku kaget atas pertanyaan Jessen
“Kenapa kamu tanya itu?”
“Selama ini, aku suka sama kamu. Aku nggak bisa menghilangkan bayanganku ke kamu”
Aku terdiam dan berpikir sejenak
“Jessen, selama ini kamu baik sama aku. Kamu selalu ada di saat aku lagi butuh. Tapi maaf, aku nggak bisa memilih kamu, karena rasa sayang ku hnya untuk Farell” jawabku lembut
“Baiklah, aku ngerti kok, maaf aku udah berkata seperti tadi”
“kamu yakin sama omonganmu tadi?”
“Hah? Farell? Sejak kapan kamu disini?” tanya ku
“aku udah daritadi disini, aku mendengar semua omongan kalian, Van apa kamu yakin sama omonganmu barusan?”
“iya, aku yakin tapi kamu nggak pernah ngerasain itu kan?”
“siapa bilang? Aku sayang sama kamu, hanya aku belum bisa mengungkapkan itu semua ke kamu. Tapi berkat Jessen, aku jadi mengerti gimana cara menyayangi seseorang yang sangat disayangi. Van, kamu percaya kan sama omonganku?”
“iya, aku percaya kok”
“Jessen, terimakasih selama ini kamu udah jaga Vanessa dengan baik” kata Farell
“iya sama-sama. Jaga Vanessa dengan baik, jangan buat Vanessa menangis lagi” ujar Jessen
Jessen pun meninggalkan aku dan Farell.
“aku janji nggak akan buat kamu kecewa lagi” kata Farell
Aku hanya tersenyum menanggapi kata-kata Farell.

0 komentar:

Posting Komentar